Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

DAMPAK COVID-19 TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH


 DAMPAK COVID-19

TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH

Di ajukan untuk memenuhi tugas individu

Mata Kuliah : Teori Perkembangan Kota

Di susun oleh : ZULHENDRI-2010247379

Dosen Pengampu : Dr SWIS TANTORO, M.Si

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI PERKOTAAN

FAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS RIAU

2021

BAB I

PENDAHULUAN

Serangan wabah virus Corona atau Covid-19 sudah sangat di rasakan dampaknya, di

mulai awal tahun 2020 masuk ke di Indonesia. Dampak-dampak yang di rasakan sangatlah

komplek mulai dari dampak perekonomian, sosial masyarakat, parawisata, lingkungan hidup,

kebudayaan dan lain sebagainya. Data dari mementrian keuangan di sektor keuangan di awal

periode pandemi yaitu Januari hingga April 2020 berakibat dana asing keluar (capital

outflow) dari Indonesia total sebesar Rp159,6 triliun dari pasar saham, SBN, dan SBI.

Kemudian yield SBN 10 tahun sempat menyentuh angka 8,38%, cadangan devisa bulanan

turun hingga USD10 miliar pada Maret, dan kredit melambat sebesar 3,04% tahun ke tahun

pada Mei.

Belajar dari krisis tahun 1998 dan 2008, pemerintah merespons dengan mengeluarkan

kebijakan countercyclical untuk mendorong perekonomian melalui fleksibilitas fiskal,

moneter dan sektor keuangan. Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan pemerintah telah

melakukan terobosan-terobosan kebijakan sehingga dampak yang di timbulkan dapat di

minimalisir. Kebijakan-kebijakan yang di ambil dilakukan dari pemerintah pusat hingga

pemerintahan desa.

Pada kebijakan fleksibilitas fiskal, pemerintah mengeluarkan kebijakan belanja

berupa realokasi, refocusing, penambahan anggaran Covid-19 sebesar Rp695,2 triliun untuk

kesehatan dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Selain itu kebijakan perpajakan

untuk insentif dunia usaha, kebijakan defisit di atas 3% PDB di tahun 2020-2022 dengan UU

No.2/2020, pembiayaan penanganan Covid-19 alternatif bekerjasama dengan Bank Indonesia

melalui burden sharing. Untuk kebijakan moneter yang dilakukan BI, suku bunga diturunkan

100bps, quantitative easing, pelonggaran Giro Wajib Minimum dan kebijakan

makroprudensial. Untuk sektor keuangan, pemerintah melakukan restrukturisasi kredit untuk

UMKM serta pelonggaran ketentuan mikroprudensial.

Berbicara kebijakan pemerintah nasional yang berdampak terhadap pemerintahan

daerah tidak bisa lepas dari struktur kelembagan negara, yang akan berkaitan satu

dengan yang lain dalam pelaksanaan kebijakan pemerintahan sesuai dengan

kebutuhan dan pemerintahan dalam arti luas. Adapun lembaga negara yang akan

berpengaruh, dalam pengambilan kebijakan, sesuai dengan figurasi politik yang ada dalam

kelembagaan negara, yaitu: Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah

Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Kedelapan lembaga negara tersebut,

memiliki kewenangan attributie, dalam arti yang utama dan pertama bersifat dalam arti

aseli oorsponkelijk. Karena lembaga-lembaga yang bersangkutan yang punya

wewenang pengambilan kebijakan sebagai pemilik kewenangan attributie.

Pemerintah sangat berperan besar dalam mencapai tujuan negara, dimana di masa

kini kebanyakan negara menganut paham negara kesejahteraan (welfare state).

Berdasarkan konstitusi yaitu UUD NRI Tahun 1945 Indonesia memenuhi ciri-ciri

negara kesejahteraan tersebut, terutama berdasarkan Alinea Keempat Pembukaan UUD

NRI Tahun 1945 yang kemudian dijawantahkan ke dalam Batang Tubuh yaitu

Pasal-Pasalnya. Paham negara kesejahteraan jelas tersurat dalam UUD NRI Tahun 1945

karena mengatur beberapa hal yaitu bahwa perekonomian yang berdasarkan asas

kekeluargaan, negara menguasai bumi, air, kekayaan alam serta cabang produksi yang

penting untuk kemakmuran rakyat, pembiayaan pendidikan dasar, pengembangan sistem

jaminan sosial nasional, pemberdayaan masyarakat serta penyediaan fasilitas pelayanan

kesehatan dan fasilitas pelayanan publik.

Untuk mewujudkan tujuan dari negara kesejahteraan, tugas eksekutif

sebagai pelaksana sangat penting karena makin luasnya lingkup kesejahteraan

masyarakat berdasarkan perkembangan jaman. Tugas eksekutif dalam pemerintahan

untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat tersebut oleh Lemaire disebut sebagai

bestuurzorg yaitu penyelenggaraan kesejahteraan umum oleh pemerintah. Karena sangat

luasnya lingkup bestuurzorg tersebut maka tidak mungkin eksekutif hanya

menggunakan kewenangan yang bersifat terikat (gebonden bevoegheid) yang diatur

dalam peraturan perundang-undangan. Karena peraturan perundang-undangan tertulis

tentunya tidak dapat mengatur segala hal dengan lengkap dan tidak selalu sesuai

dengan keadaan terkini (up to date) maka pemerintah juga dapat menggunakan

“kebijaksanaan bebas”, yaitu wewenang untuk mengambil tindakan atas inisiatif sendiri

guna menyelesaikan suatu masalah genting atau mendesak dan belum ada

ketentuannya dalam peraturan yang dikeluarkan oleh kekuasaan legislatifyang dikenal

dengan freies ermessen. Norma itu akan menjadi hukum yang berlaku apabila

dikehendaki oleh masyarakat,tertulis, dikeluarkan oleh negara dan memuat perintah,yang

menjelaskan bahwa hukum ditaati bukan karena dinilai adil atau baik, namun karena

hukum itu tertulis dan disahkan oleh penguasa.

Penggunaan wewenang tersebut diperlukan terutama setelah berkembangnya wabah

corona virus disease 2019 (Covid-19) yang kemudiah menjadi epidemi dan sekarang

menjadi pandemi yang berskala global. Pemerintah Pusat telah mengeluarkan berbagai

peraturan perundang-undangan terkait Pandemi Covid-19. Pelaksanaan wewenang

pemerintah dalam bentuk kebijakan-kebijakan tersebut tentunya juga harus disertai

pertimbangan mengenai langkah dan akibat yang mungkin timbul. Diharapkan

kebijakan yang diambil dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah yang terukur dan

dengan akibat yang dikehendaki yaitu mencegah penyebaran Covid-19 di Indonesia.

Virus corona memiliki gejala yang sama mirip flu dan berkembang cepat

hingga mengakibatkan infeksi lebih parah dan gagal organ. Kelelawar, ular, dan berbagai

hewan eksotis lain hingga kini masih dianggap sebagai vektor virus Corona atau

Covid-19. Terlepas dari benar tidaknya informasi tersebut, Covid-19 membuktikan

diri mampu menular antar manusia. Penularan sangatcepat hingga Organisasi

Kesehatan Dunia WHO menetapkan pandemi virus Corona atau Covid-19. Pandemi

atau epidemi global mengindikasikan infeksi Covid-19 yang sangat cepat hingga

hampir tak ada negara atau wilayah di dunia yang terhindar dari virus Corona.

Peningkatan jumlah kasus terjadi dalam waktu singkat hingga butuh penanganan

secepatnya karena belum ada obat spesifik untuk menangani kasus infeksi virus

Corona atau Covid-19. Dengan demikian, Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk

menangani corona virusdisease 2019 (Covid-19) di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

Penyebaran Pandemi Covid-19 di mulai dari Wuhan China Desember 2019

dan sampai sekarang telah merambah 182 negara dari 194 negara, dalam perjalanan

selama 4 bulan dan penyebarannya sangat dahsyat. Salah satu penyebab awal

Covid-19 diperkirakan adalah transmisi atau penyebaran melalui kelelawar yang kemudian

dikonsumsi oleh manusia. Penyebaran dibeberapa negara terindikasi positif, dapat

disembuhkan, dan meninggal dunia.

Penyebaran global dan data hingga tanggal 10 Juni 2021 di dunia, jumlah yang

teridikasi positif 175.185.477 orang, sembuh 159.007.091 orang dan meninggal 3.777.348

orang. Kita dapat melihat penyebaran di beberapa negara, sebagai berikut.

No Negara Positif Sembuh Meninggal

1 Amerika Serikat 34.262.374 28.250.992 613.462

2 India 29.182.072 27.638.902 359.695

3 Brazil 17.122.877 15.596.816 479.515

4 Francis 5.725.492 5.615.290 110.202

5 Turki 5.306.690 5.179.833 48.428

6 Indonesia 1.885.942 1.728.914 52.373

Akibat luas dan masifnya penyebaran Covid-19 di Indonesia maka pemerintah

harus mengambil kebijakan untuk menanggulanginya. Penetapan kebijakan merupakan suatu

faktor penting bagi negarauntuk mencapai tujuannya. Kebijakan ini kemudian diikuti

dan dilaksanakan oleh para pelaku (stakeholders) dalam rangka memecahkan suatu

permasalahan tertentu. Selanjutnya dinyatakan Indonesia dalam status bencana nasional

non alam akibat Covid-19.8

Kebijakan tentang penanggulangan Covid-19 di Indonesia, menggunakan PSBB

(Pembatasan Sosial Bersekala Besar), yang di mulai dari berberapa daerah, seperti

Provinsi DKI, telah dimulai dari tanggal 10 April 2020 samapai dengan 23 April

2020, dan kemudian diikuti oleh Provinsi dan kabupaten/kota yang lain, bahkan

Provinsi Riau.

Kebijakan pemerintah tentang PSBB, adalah kebijakan yang Intra-Legal,

berdasarkan pada peraturan perundang undangan dan asas-asas hukum, dan juga

kebebasan mempertimbangkan Ekstra-Legal, karena banyak hal yang belum diatur dalam

peraturan perundangan, tetapi Covid-19 suatu Pandemi yang menyebar begitu cepat,

dalam jangka dua bulan telah merambah 189 negara dari 195 negara, episentrum dari

China, ke Italia, dan sekarang Amerika Serikat, tidak mudah memprediksi penyebaran

dan tiba-tiba sudah menjadi besar, seperti apa yang terjadi di negara adidaya

Amerika Serikat, kewalahan menghadapi pandemi Verus Covid-19. Begitu besarnya

kemampuan virus ini dalam menginfeksi dan menyebar dibuktikan dengan catatan

bahwa sampai sejauh ini masih banyak orang yang terinfeksi Covid-19 dengan jumlah

yang makin bertambah.

Kebijakan PSBB sendiri merunjuk pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun

2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Untuk mendukung pemberlakuannya,

pemerintah merilis dua regulasi turunan, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun

2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar serta Keputusan Presiden tentang

Kedaruratan Kesehatan. Dengan regulasi yang ada, Presiden meminta kepala

daerah tidak membuat kebijakan sendiri dan tetap terkoordinasi dengan pemerintah

pusat lewat Ketua Gugus Tugas. PSBB dapat diusulkan oleh gubernur/wali kota

kepada Menteri Kesehatan dengan pertimbangan Ketua Gugus Tugas, atau dapat

diusulkan oleh Ketua Gugus Tugas kepada Menteri Kesehatan. Saat bersamaan,

masyarakat juga diminta tetap menjaga jarak aman untuk memutus rantai penularan

virus. Menjaga jarak aman antar orang (social distancing) dan membatasi seluruh akses

masuk maupun keluar dan dari suatu wilayah dinilai efektif untuk mengendalikan

persebaran Covid-19.

Pemerintah telah menerapkan kebijakan PSBB untuk mencegah semakin

meluasnya penularan Covid-19. Detail teknis dan syarat-syarat mengenai PSBB

dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang

Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang ditandatangani oleh Menteri Kesehatan RI.

PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang

diduga terinfeksi corona virus disease 2019 (Covid-19) sedemikian rupa untuk mencegah

kemungkinan penyebarannya. Agar bisa menetapkan PSBB, setiap wilayah harus

memenuhi kriteria. Jumlah kasus dan atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat

dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah. Terdapat kaitan

epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain. Apabila PSBB

dilaksanakan di suatu wilayah maka pelaksanaan PSBB meliputi beberapa hal,

yakni peliburan tempat sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan,

pembatasan kegiatan di fasilitas umum. Namun, peliburan dan pembatasan tersebut

dikecualikan untuk pelayanan tertentu seperti pelayanan kebutuhan bahan pangan, pelayanan

kesehatan dan keuangan. Pembatasan juga dikecualikan untuk pelayanan kesehatan, pasar,

toko, supermarket dan fasilitas kesehatan. PSBB dilaksanakan selama masa inkubasi

terpanjang Virus Covid-19 atau selama 14 hari dan dapat diperpanjang jika masih

terdapat bukti penyebaran.

Pandemi Covid-19 dapat dikategorikan sebagai kedaruratan kesehatan

masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai

penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir,

pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan

bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara. Penanganan

kedarurat kesehatan tersebut didasarkan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018

Tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU Kekarantinaan Kesehatan).

UU Kekarantinaan Kesehatan dengan jelas menerangkan tentang adanya

pembatasan masuk-keluarnya individu ke suatu daerah yang telah dinyatakan sumber

wabah, termasuk mengatur pula tentang adanya perintah untuk melakukan isolasi,

karantina wilayah, vaksinasi dan lain sebagainya untuk menghentikan penyebaran

wabah yang terjadi di Indonesia.

UU Kekarantinaan Kesehatan, menetukan bahwa terdapat beberapa jenis

karantina kesehatan yaitu Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit, Karantina

Wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Karantina wilayah juga dilakukan

di beberapa negara yang terdampak sangat berat terhadap pandemi Covid-19.

Beberapa negara di Eropa dan China menerapkan karantina wilayah. Karantina wilayah

tersebut melarang warga masuk atau keluar dari daerah yang terdampak Covid-19. Di

dalam karantina wilayah itu juga ditekankan adanya “social/individuals distancing”

dengan kebijakan melarang seluruh kegiatan yang mengumpulkan massa.

Jika terjadi situasi kedaruratan kesehatan masyarakat seperti pandemi Covid-19

ini maka di wilayah terdampak dapat dilakukan Karantina Rumah, Karantina

Wilayah, Karantina Rumah Sakit, atau Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh Pejabat

Karantina Kesehatan. Pelaksanaan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina

Rumah Sakit, atau Pembatasan Sosial Berskala Besar tersebut harus didasarkan pada

pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya,

teknis operasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan. Namun

khusus mengenai karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar penentuan

harus ditetapkan oleh menteri.

Berdasarkan data terkini Covid-19 yang berjumlah 1.885.942 kasus, maka hal

ini telah masuk kriteria kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa. karena

ditandai penyebaran penyakit menular yang menimbulkan bahaya kesehatan dan

berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara berdasarkan UU Kekarantinaan

Kesehatan. Penetapan karantina wilayah sesuai dengan undang-undang sangat

dibutuhkan. Karena hal tersebut sangat berkaitan dengan kedudukan Indonesia

sebagai negara dengan ciri negara kesejahteraan, yang harus turut aktif dalam

menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat termasuk dalam bidang kesehatan. Khusus

mengenai kewenangan di bidang kesehatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana dirubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) kesehatan

merupakan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah,14lebih

spesifik lagi ia merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan

Dasar.15Sehingga Pemerintah Daerah berwenang mengambil kebijakan di bidang

kesehatan dalam hal tertentu jika tidak diatur berbeda oleh peraturan perundangundangan

lain.

Sebagai tindak lanjut atas pandemi Covid-19 pemerintah kemudian mengambil

kebijakan untuk melaksanakan PSBB. Untuk mendukung pemberlakuannya, pemerintah

merilis beberapa regulasi turunan, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020

tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) kemudian Keputusan Presiden Nomor 11

Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease

2019 (Covid-19) serta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9

Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka

Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Dengan regulasi-regulasi tersebut, Presiden meminta kepala daerah tidak

membuat kebijakan sendiri dan tetap terkoordinasi dengan pemerintah pusat lewat

Ketua Gugus Tugas. PSBB dapat diusulkan oleh gubernur/wali kota kepada Menteri

Kesehatan dengan pertimbangan Ketua Gugus Tugas, atau dapat diusulkan oleh

Ketua Gugus Tugas kepada Menteri Kesehatan.

BAB III

SOLUSI DAN REKOMENDASI

Pandemi Covid-19 di Indonesia berlangsung tepat satu tahun. Memasuki bulan ke-13,

upaya penanganan yang dilakukan pemerintah belum berhasil mengakhiri wabah. Setiap

harinya kasus Covid-19 masih terus bertambah. Meski pasien sembuh meningkat, kematian

akibat virus corona juga masih terjadi. Kendati demikian, sejatinya pemerintah telah

menerapkan berbagai kebijakan untuk penanganan pandemi. Pemerintah dalam berbagai

kesempatan menyampaikan bahwa pemerintah mengupayakan langkah berimbang antara

sektor kesehatan dan ekonomi. Berikut kebijakan yang pernah dikeluarkan pemerintah sejak

awal pandemi.

1. Gugus Tugas hingga Satgas

Pada 11 hari pasca dua kasus Covid-19 pertama di Indonesia atau 13 Maret 2020

pemerintah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Pembentukan gugus tugas ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7

Tahun 2020. Melalui Keppres tersebut diatur bahwa ada 4 menteri yang menjadi pengarah

gugus tugas yakni Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan

(Menko PMK), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Meno

Polhukam), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Keuangan (Menkeu).

Sementara, pelaksana gugus tugas diketuai oleh Kepala Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNPB). Eksistensi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-

19 berakhir jelang akhir Juli 2020. Pemerintah memutuskan membubarkan gugus tugas dan

menggantinya dengan Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Hal ini tertuang dalam Peraturan

Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019

(Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Aturan itu diteken presiden pada 20 Juli 2020.

Satgas Penanganan Covid-19 berada di bawah koordinasi Komite Penanganan Covid-19 dan

Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian. Hingga saat ini, Satgas Penanganan Covid-19 masih eksis dan tetap diketuai

oleh Kepala BNPB. Satgas Penanganan Covid-19 mengemban sejumlah tugas yang pada

pokoknya yakni melaksanakan, mengendalikan, hingga mengawasi implementasi kebijakan

strategis yang berkaitan dengan penanganan pandemi virus corona.

2. Protokol kesehatan

Di awal masa pandemi pemerintah mengimbau masyarakat untuk mengurangi

aktivitas di luar rumah. Meski demikian, warga diminta tetap produktif dari dalam rumah.

Sejak saat itu banyak perkantoran yang menerapkan work from home (WFH) bagi

karyawannya, kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring, dan dilakukan pengurangan

kapasitas penumpang transportasi umum.

Pemerintah juga mulai menggalakkan penerapan protokol kesehatan pencegahan

virus. Protokol kesehatan yang dimaksud seperti physical distancing atau menjaga jarak,

hingga rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Pemakaian masker yang semula

hanya dianjurkan untuk warga yang sakit pun peruntukannya diubah bagi semua masyarakat,

utamanya yang berada di ruang publik. Pemerintah juga menyiapkan laboratorium untuk tes

Covid-19. Testing dilakukan di berbagai tempat bersamaan dengan penelusuran kontak dekat

pasien (tracing) dan perawatan pasien (treatment). Memasuki Agustus 2020, protokol

kesehatan tidak hanya sebatas imbauan. Pemerintah meningkatkan disiplin protokol

kesehatan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan

Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian

Covid-19.

Melalui aturan ini pemerintah menunjuk para menteri, Panglima TNI, Kapolri, kepala

lembaga pemerintah nonkementerian, gubernur, dan bupati/wali kota untuk menindak

masyarakat yang tidak patuh protokol kesehatan. Kewajiban penerapan protokol kesehatan

ini ditujukan kepada perorangan, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung

jawab tempat dan fasilitas umum. Pihak yang melanggar protokol kesehatan dapat dikenai

sanksi berupa teguran lisan maupun tertulis, kerja sosial, denda administratif, hingga

penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha. Selanjutnya, pada Oktober

2020 Satgas Penanganan Covid-19 membentuk Bidang Perubahan Perilaku. Langkah ini

ditempuh untuk mendorong percepatan perubahan perilaku masyarakat agar secara konsisten

menjalankan 3M yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.

3. PSBB

Salah satu upaya pemerintah dalam menekan penularan virus corona adalah dengan

menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan ini diatur dalam Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan

Covid-19. PP itu diteken Presiden Jokowi pada 31 Maret 2020. Untuk menerapkan PSBB di

suatu wilayah, kepala daerah harus mendapat persetujuan dari Menteri Kesehatan. Kala itu

DKI Jakarta menjadi provinsi pertama yang menerapkan kebijakan tersebut yakni sejak 10

April 2020.

Selain DKI, ada sejumlah daerah yang juga pernah menerapkan kebijakan ini seperti

Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan Kota Depok, Kota

Tangerang Selatan, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Bandung Barat,

Sumedang, Kota Makassar, Pekanbaru, dan lainnya. Melalui PSBB, dilakukan pembatasan

terhadap pergerakan orang dan barang yang hendak masuk atau keluar provinsi, kabupaten,

atau kota tertentu. Sekolah, toko, perkantoran, mal, dan tempat wisata ditutup sementara

sampai waktu PSBB berakhir atau jumlah kasus Covid-19 bisa terkendali. Jumlah

penumpang dalam transportasi umum juga dibatasi.

"Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi: peliburan sekolah dan tempat

kerja; pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas

umum," demikian bunyi Pasal 4 Ayat 1 PP 21/2020. Namun, ada sejumlah bidang usaha yang

dikecualikan pembatasannya dengan alasan kemanusiaan seperti sektor kesehatan, pangan,

komunikasi, keuangan, hingga dunia usaha yang menyediakan kebutuhan ritel masyarakat.

Pengawasan pelaksanaan PSBB melibatkan personel TNI-Polri. Masyarakat yang kedapatan

melanggar aturan dapat dikenai sanksi sesuai yang tertuang dalam Inpres Nomor 6 Tahun

2020. Mayoritas daerah memberlakukan PSBB selama 14 hari hingga satu atau dua bulan.

Namun, PSBB di DKI sudah berulang kali diperpanjang baik secara penuh maupun transisi.

4. PPKM

Memasuki 2021 pemerintah memperkenalkan kebijakan baru yakni Pemberlakuan

Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Kebijakan ini diterapkan di sejumlah daerah di

Pulau Jawa dan Bali. Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, pada dasarnya esensi

(PPKM) sama dengan PSBB. Kebijakan ini sama-sama bertujuan untuk menurunkan angka

kasus aktif Covid-19 dan meningkatkan angka pasien sembuh.

Keduanya sesuai dengan Undang-undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan

Kesehatan yang mengklasifikasikan jenis pembatasan kegiatan menjadi karantina rumah,

karantina wilayah, karantina rumah sakit dan pembatasan sosial berskala besar, PPKM

mengakomodasi kebijakan dalam wilayah yang lebih luas, namun spesifik pada daerahdaerah

yang memenuhi parameter atau kriteria khusus yang ditetapkan pemerintah. Parameter

yang dimaksud mencakup 4 aspek, yakni angka kasus aktif, angka kematian, angka

kesembuhan, dan tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan pasien Covid-19.

PPKM periode pertama diberlakukan selama 11-25 Januari 2021. Selama kebijakan ini

diterapkan, dilakukan sejumlah pembatasan, misalnya pada tempat kerja. Perusahaan diminta

menerapkan WFH atau bekerja dari rumah kepada 75 persen pekerjanya. Kemudian, kegiatan

belajar mengajar dilakukan secara daring.

Pembatasan waktu operasional pusat perbelanjaan dibatasi hingga pukul 19.00,

kegiatan makan dan minum di tempat maksimal kapasitas 25 persen dan sisanya dapat

menggunakan sistem take away atau bungkus. Sementara, sektor penting terkait kebutuhan

pokok masyarakat tetap beroperasi 100 persen dengan protokol kesehatan ketat. Kebijakan ini

sempat diperpanjang selama 14 hari yakni terhitung sejak 26 Januari-8 Februari 2021. Pada

PPKM jilid dua aturan pembatasan yang diberlakukan hampir sama dengan periode pertama.

Bedanya, pusat perbelanjaan atau mal dan restoran yang semula dibatasi jam operasionalnya

hingga pukul 19.00 diperlonggar sampai pukul 20.00. Berlangsung selama 4 minggu berturutturut,

pelaksanaan PPKM dinilai tidak efektif menekan penularan virus corona.

Pemerintah menganggap bahwa PPKM belum mampu membatasi aktivitas dan

mobilitas masyarakat. Pemerintah akhirnya memberlakukan kebijakan PPKM skala mikro

yang fokus pada penanganan Covid-19 hingga ke tingkat RT dan RW. Kebijakan ini

berlangsung sejak 9 Februari di Pulau Jawa dan Bali. Selama PPKM mikro berlangsung pusat

perbelanjaan atau mal wajib tutup pukul 21.00. Sebelumnya, pada PPKM jilid 1, mal hanya

boleh beroperasi hingga pukul 19.00. Sementara, saat PPKM jilid 2, mal wajib tutup pukul

20.00. Kemudian, pekerja yang boleh bekerja di kantor (work from office) dibatasi 50 persen

dengan protokol kesehatan ketat, sementara sisanya bekerja dari rumah (WFH). Lalu,

kapasitas makan di restoran atau dine in dibatasi maksimal 50 persen. Tempat makan pun

hanya boleh buka hingga pukul 21.00. Kemudian, kapasitas rumah ibadah dibatasi maksimal

50 persen. Sedangkan kegiatan konstruksi beroperasi 100 persen dengan menerapkan

protokol kesehatan. Bersamaan dengan itu pemerintah membentuk pos komando (posko)

penanganan Covid-19 hingga ke tingkat desa/kelurahan. Posko melibatkan sejumlah unsur

masyarakat mulai dari kepala desa/lurah, petugas Badan Pengendalian Bencana Daerah

(BPBD), Bintara Pembina Desa (Babinsa), Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban

Masyarakat (Bhabinkamtibmas), tokoh masyarakat, agama, adat; pemuda, penyuluh,

pendamping, tenaga kesehatan, relawan, PKK, hingga Karang Taruna. Pemerintah pun

mengklaim PPKM mikro berhasil menekan angka penularan virus corona. Pembatasan ini

telah diperpanjang satu kali dan rencananya akan berlangsung hingga 8 Maret 2021.

5. Vaksinasi Covid-19

Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk menekan angka penularan virus corona

yakni dengan vaksinasi nasional Covid-19. Program ini mulai diberlakukan sejak 13 Januari

2021. Pada tahap pertama, vaksinasi dilakukan terhadap tenaga kesehatan baik dokter

maupun perawat di seluruh Indonesia. Tahap kedua vaksinasi yang menyasar petugas pelayan

publik seperti guru, pedagang pasar, hingga wartawan. Vaksinasi tahap dua juga

diperuntukkan bagi masyarakat lanjut usia atau lansia. Adapun sejauh ini vaksin yang

digunakan di Indonesia yakni yang berasal dari perusahaan asal China, Sinovac. Pemerintah

melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memastikan keamanan vaksin

tersebut dengan menerbitkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization

(EUA). Selain Sinovac, pemerintah telah membuka jalur kerja sama pengadaan vaksin

dengan sejumlah perusahaan lainnya yakni Novavax dari Kanada-Amerika, Pfizer dari

Jerman-Amerika dan AstraZeneca dari Swiss-Inggris. Kemudian, satu jalur lain berasal dari

kerja sama multilateral yakni COVAX/GAVI dari aliansi vaksin GAVI dengan didukung

WHO dan CEPI. Untuk dapat membentuk kekebalan imunitas atau herd immunity, vaksinasi

ditargetkan menjangkau 70 persen penduduk Indonesia atau 182 juta jiwa. Butuh waktu 3,5

tahun untuk menyelesaikan proses vaksinasi di Tanah Air.

Pada 31 Maret 2020, Presiden RI menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU

No 1 Tahun 2020 (PERPPU 01/2020) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas

Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional

dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Total anggaran untuk ini adalah sebesar Rp 405,1

triliun.

Pada 3 April 2020, Presiden menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun

2020 tentang Perubahan Postur Rincian dan APBN Tahun 2020. Perpres ini merupakan

tindak lanjut dari Perppu No. 1 Tahun 2020. Anggaran dari beberapa kementerian dipotong

sebesar Rp 97,42 triliun. Namun, beberapa Kementerian mengalami peningkatan anggaran,

seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebesar dari Rp 36 triliun menjadi Rp 70

triliun; dan Kementerian Kesehatan dari Rp 57 triliun menjadi 76 triliun.

Initial Reponses:

1. Pembentukan Tim Gerak Cepat (TGC) di wilayah otoritas pintu masuk negara di

bandara/pelabuhan/pos lintas batas darat negara (PLBDN).

2. Pada 18 Januari 2020, Indonesia melakukan pemeriksaan kesehatan di 135 titik

bandar udara, darat, dan pelabuhan menggunakan alat pemindai suhu.

3. Kementerian Kesehatan (Kemkes) menunjuk sedikitnya 100 Rumah Sakit rujukan

yang sebelumnya dipakai pada kasus flu burung.

4. Kemkes mengembangkan pedoman kesiapsiagaan mengacu pada pedoman sementara

World Health Organization (WHO).

5. Kemkes membuka kontak layanan yang dapat diakses umum. Layanan ini digunakan

untuk mengomunikasikan hal-hal terkait Covid-19.

6. Pada 2 Februari 2020, Pemri mengumumkan penundaan penerbangan dari dan ke

RRT daratan yang berlaku mulai 5 Februari 2020 pukul 00.00 WIB. Pada 4 Februari

2020, Pemri menghentikan sementara impor hewan hidup dari RRT daratan.

7. Pada 2 Februari 2020, memulangkan WNI dari Provinsi Hubei, RRT. Langkahlangkah

sebelumnya yang ditempuh antara lain:

 Ketersediaan akses logistik di Wuhan. Bantuan dana setara Rp 133 juta kepada WNI

yang sebagian besar merupakan mahasiswa.

 BNPB melalui Kemlu dan KBRI Beijing mengirimkan masker N-95 untuk WNi di

RRT.

8. Penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) No. 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas

Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pada 13 Maret 2020;

dan Keppres No. 9 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Keppres No. 7 Tahun 2020

pada 20 Maret 2020.

Bidang Kesehatan (senilai Rp 75 triliun)

1. Perlindungan tenaga kesehatan, terutama pembelian APD

2. Pembelian alat-alat kesehatan yang dibutuhkan, seperti: test kit, reagen, ventilator,

hand sanitizer dan lain-lain sesuai standar yang ditetapkan Kementerian Kesehatan.

3. Upgrade 132 rumah sakit rujukan bagi penanganan pasien Covid-19, termasuk Wisma

Atlet.

4. Insentif dokter (spesialis Rp.15 juta/bulan), dokter umum (Rp.10 juta), perawat Rp.7.5

juta dan tenaga kesehatan lainnya Rp.5 juta.

5. Santunan kematian tenaga medis Rp. 300 juta

6. Dukungan tenaga medis, serta penanganan kesehatan lainnya.

Bidang Sosial (senilai Rp 110 triliun)

1. Dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok 25 Triliun.

2. PKH 10 juta KPM, dibayarkan bulanan mulai April (sehingga bantuan setahun naik

25%)

3. Kartu sembako dinaikkan dari 15,2 juta menjadi 20 juta penerima, dengan manfaat

naik dari Rp.150.000 menjadi Rp. 200.000,- selama 9 bulan (naik 33 persen)

4. Kartu Prakerja dinaikkan dari 10 T menjadi 20 triliun untuk bisa mengcover sekitar

5,6 juta pekerja informal, pelaku usaha mikro dan kecil. Penerima manfaat mendapat

insentif pasca pelatihan Rp 600 ribu, dengan biaya pelatihan 1 juta.

5. Pembebasan biaya listrik 3 bulan untuk 24 juta pelanggan listrik 450VA, dan diskon

50% untuk 7 juta pelanggan 900VA bersubsidi.

6. Tambahan insentif perumahan bagi pembangunan perumahan masyarakat

berpenghasilan rendah (MBR) hingga 175 ribu.

Kebijakan Fiskal dan Insentif Pajak (senilai Rp 70,1 triliun)

1. Relaksasi batas maksimal defisit APBN (sebelumnya sebesar 3%) diberlakukan pada

tahun 2020, 2021 dan 2022. Diprediksi defisit APBN tahun ini adalah sebesar 5,07%.

2. PPH 21 pekerja sektor industri pengolahan dengan penghasilan maksimal 200 juta

setahun ditanggung pemerintah 100%.

3. Pembebasan PPH Impor untuk 19 sektor tertentu, Wajib Pajak Kemudahan Impor

Tujuan Ekspor (KITE) dan wajib Pajak KITE Industri Kecil Menengah

4. Pengurangan PPH 25 sebesar 30% untuk sektor tertentu Kemudahan Impor Tujuan

Ekspor (KITE) dan wajib Pajak KITE Industri Kecil Menengah

5. Restitusi PPN dipercepat bagi 19 sektor tertentu untuk menjaga likuiditas pelaku

usaha.

6. Penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk semua skema Kredit Usaha Rakyat

(KUR) yang terdampak COVID-19 selama 6 bulan.

7. Penurunan tarif PPh Badan menjadi 22% untuk tahun 2020 dan 2021 serta menjadi

20% mulai tahun 2022.

8. Dukungan lainnya dari pembiayaan anggaran untuk mendukung pemulihan ekonomi.

Kebijakan Perdagangan Ekspor-Impor

1. Penyederhanaan larangan terbatas (lartas) ekspor

2. Penyederhanaan larangan terbatas (lartas impor)

3. Percepatan layanan proses ekspor-impor melalui national logistic ecosystem.

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) senilai Rp 150 triliun

1. Memberikan stimulus untuk debitur melalui penilaian kualitas kredit sampai 10

Milyar berdasarkan ketepatan membayar

2. Restrukturisasi untuk seluruh kredit tanpa melihat plafon kredit.

3. Restrukturisasi kredit UMKM dengan kualitas yang dapat langsung menjadi lancar.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)

1. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala

Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

ditetapkan pada 31 Maret 2020. Pemerintah Daerah (Pemda) dapat melakukan

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk satu provinsi atau kabupaten/kota

tertentu. PSBB dilakukan dengan pengusulan oleh gubernur/bupati/walikota kepada

Menteri Kesehatan.

2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam

rangka Percepatan Penanganan Covid-19 ditetapkan pada 3 April 2020. Kebijakan

PSBB antara lain: 1) Peliburan sekolah dan tempat kerja; 2) Pembatasan kegiatan

keagamaan; 3) Pembatasan kegiatan di tempat/fasilitas umum; 4) Pembatasan

kegiatan sosial budaya; 5) Pembatasan moda transportasi; dan 6) Pembatasan kegiatan

lainnya terkait aspek pertahanan dan keamanan.

3. Pada 7 April 2020, Menkes menyetujui PSBB untuk diterapkan di DKI Jakarta. PSBB

dilakukan selama 14 hari. Ojek online dilarang membawa penumpang. Jadwal KRL

dievaluasi ulang dan dikurangi. Di wilayah Jabodetabok, akan dibagikan sembako

senilai Rp 200 ribu per keluarga. Nantinya penerima bantuan akan mendapakan Rp

600 ribu per keluarga yang diberikan selama kurun waktu 3 bulan.

Bidang Hukum

1. Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah membebaskan 22.158 orang

narapidana dan anak. Sebanyak 15.477 orang di antaranya keluar penjara melalui

program asimilasi. Sementara 6.681 orang lainnya menghirup udara bebas melalui

program hak integrasi, baik berupa pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, maupun cuti

menjelang bebas.

Kebijakan/Fasilitas Lainnya

1. Pemri membangun fasilitas observasi, penampungan, dan karantina untuk

mengendalikan infeksi Covid-19 di Pulau Galang. Kapasitas ini terdiri dari 1.000

tempat tidur. Fasilitas ini siap pada 6 April 2020.

2. Pada 23 Maret 2020, Wisma Atlet Kemayoran diresmikan menjadi rumah sakit

darurat Covid-19. Fasilitas ini dilengkapi dengan laboratorium, farmasi, dan peralatan

medis portable. Fasilitas ini mampu menampung sampai dengan 3.000 tempat tidur.

DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/respons-kebijakan-terhadap-dampakcovid-

19-pemerintah-belajar-dari-krisis-tahun-1998-dan-2008/, diakses pada tanggal

10 Juni 2021

2. https://www.kompas.com/tren/read/2021/06/10/083500065/update-corona-dunia-10-

juni--negara-dengan-kasus-tertinggi-kasus-tertinggi?page=all , diakses pada tanggal

10 Juni 2021

3. https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/01/160000765/5-kebijakan-jokowitangani-

covid-19-gratiskan-tarif-listrik-hingga?page=all , diakses pada tanggal 10

Juni 2021.

4. https://kemlu.go.id/brussels/id/news/6349/kebijakan-pemerintah-republik-indonesiaterkait-

wabah-covid-19 di akses pada tanggal 10 Juni 2021

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

6. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

7. Peraturan Pemerintah Nomor21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala

Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-

19).

8. Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan

Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).Peraturan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor 23/Pmk.03/2020 tentang Insentif Pajak

Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona.

9. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 11 /Pojk.03/2020

tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical

Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019.

10. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 Tentang

Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran,Serta Pengadaan Barang Dan

Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-

19).

11. Ernady Syaodih (2015). Managemen Pembangunan Kabupaten dan Kota.

12. https://e-journal.unmas.ac.id/index.php/webinaradat/article/view/1180

I Wayan Wiryawan, (2020). Kebijakan Pemerintah Dalam Penangan Pandemi Virus

Corona Desease 2019 (Covid-19) di Indonesia

13. http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/salam/article/view/15103

Zahrotunnimah,Z.(2020).Langkah Taktis Pemerintah Daerah Dalam Pencegahan

Penyebaran Virus Corona Covid-19 di Indonesia,

DOWNLOAD

Posting Komentar untuk " DAMPAK COVID-19 TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH"